Jumat, 01 Januari 2016

Penjelasan Tentang Sifat Waro'

fenanote.blogspot.com - Ketenangan hidup di dunia adlh dambaan tiap orang. Akan tetapi betapa banyak manusia yg hidupnya penuh dgn kegelisahan, gundah gulana, kecemasan, ketakutan, adanya kebencian dgn orang lain, dan keadaan lainnya yg tak diinginkannya. Di antara hal terbesar untk mendapatkan ketenangan hidup adlh ketika kita hidup di tengah-tengah manusia dlm keadaan dicintai Allah dan jg dicintai manusia. Rasulullahshallallahu 'alaihi wa sallam telah menunjukkan kepada kita suatu amalan yg akan mendatangkan kecintaan Allah dan jg kecintaan manusia kepada kita. Dari Abul 'Abbas Sahl bin Sa'd As-Sa'idiy radhiyallahu 'anhu berkata: ‎ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، دُلَّنِيْ عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِي اللهُ وَأَحَبَّنِي النَّاسُ، فَقَالَ: اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ "Datang seseorang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lalu dia berkata, 'Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku akan suatu amalan yg apabila aku mengerjakannya niscaya aku dicintai oleh Allah dan dicintai manusia?' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, 'Zuhudlah terhadap dunia niscaya Allah mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa-apa yg dimiliki oleh manusia niscaya manusia mencintaimu'." (Shahih, HR. Ibnu Majah)
Al-wara’ menurut bahasa berasal dari kata "wara'a yara'u war'an wa wara'an wa wari'atan", artinya menjaga dan menghindari dari hal-hal yg diharamkan dan perbuatan menahan diri dari hal halal yg mubah. Pelakunya disebut wari'un wa mutawarri'un. lafazh wari'a yaura'u wa yauri'u artinya menjadi orang yg wara'. tawarra'a minal-amri artinya menjauhinya. al-wara' dpt menggerakkan ketakwaan.
Menurut pengertian terminologis, al-wara' artinya menahan diri dari hal-hal yg dpt menimbulka mudharat lalu menyeretnya kepada hal-hal yg haram dan syubhat, karena syubhat ni dpt menimbulkan mudharat.

Allah Ta’ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللهِ وَحْدَهُ
Sesungguhnya telah ada suri tauladan yg baik bagimu pd Ibrahim dan orang-orang yg bersamanya; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: ‘Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yg kamu ibadahi selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kamu selama-lamanya, sampai kamu mau beriman kepada Allah semata’. (Al-Mumtahanah: 4)‎
عَنْ أَبِي عَبْدِ اللهِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ، فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ، وَمَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ، كَالرَّاعِي يَرْعىَ حَوْلَ الْحِمَى يُوْشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيْهِ، أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللهِ مَحَارِمُهُ أَلاَ وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلاَ وَهِيَ الْقَلْبُ [رواه البخاري ومسلم]
Dari Abu Abdillah Nu’man bin Basyir radhiallahuanhu dia berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:Sesungguhnya yg halal itu jelas dan yg haram itu jelas. Di antara keduanya terdapat perkara-perkara yg syubhat (samar-samar) yg tak diketahui oleh orang banyak. Maka siapa yg takut terhadap syubhat berarti dia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Dan siapa yg terjerumus dlm perkara syubhat, maka akan terjerumus dlm perkara yg diharamkan. Sebagaimana penggembala yg menggembalakan hewan gembalaannya disekitar (ladang) yg dilarang untk memasukinya, maka lambat laun dia akan memasukinya. Ketahuilah bahwa tiap raja memiliki larangan dan larangan Allah adlh apa yg Dia haramkan. Ketahuilah bahwa dlm diri ni terdapat segumpal daging, jika dia baik maka baiklah seluruh tubuh ni dan jika dia buruk, maka buruklah seluruh tubuh; ketahuilah bahwa dia adlh hati . (Riwayat Bukhori dan Muslim) Di antara tanda yg mendasar bagi orang-orang yg wara' adlh kehati-hatian mereka yg luar biasa dari sesuatu yg haram dan tak adanya keberanian mereka untk maju kepada sesuatu yg bisa membawa kepada yg haram. Dan dlm hal itu, Rasulullah saw bersabda:‎
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَاتٌ لاَيَعْلَمُهُنَّ كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ, فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ فَقَدْ اسْتَبْرَأَ لِدِيْنِهِ وَعِرْضِهِ. "Sesungguhnya yg halal dan yg haram itu jelas. Dan di antara keduanya banyak hal-hal syubhat yg kebanyakan orang tak mengetahuinya. Barangsiapa yg menjaga diri dari hal-hal yg syubhat maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya." (HR. al-Bukhari, kitab al-Iman, no. 52, dan Muslim, kitab al-Musaqah, no. 1599 dan 107.) Dan barangsiapa yg bertindak berani di tempat-tempat yg diragukan, niscaya bertambahlah keberaniannya terhadap sesuatu yg lebih berat: "Dan sesungguhnya orang yg bercampur keraguan, hampir-hampir ia berani (kepada yg diharamkan)." (Sunan Abu Daud, kitab buyu' (jual beli), bab ke-3 no. 3329.)
Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda :
من حسن إسلام المرء تركه مالا يعنيه
Dari kebaikan Islam seseorang adlh meninggalkan apa yg tak bermanfaat baginya. [Hasan : Sunan Tirmidzi]
Makna hadits ni mencakup tiap yg tak bermanfaat dari ucapan, penglihatan, pendengaran, ayunan tangan, berjalan, berpikir dan seluruh gerak yg tampak ataupun yg tak (batin). Hadits ni telah mencakup semua makna yg terkandung dlm lafazh wara’. Mengenai keutamaan sifat wara’ telah disebutkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm sabdanya, ‎ فضل العلم خير من فضل العبادة وخير دينكم الورع‎
Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adlh sifat wara’ (HR. Ath Thobroni dlm Al Awsath, Al Bazzar dgn sanad yg hasan‎). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyampaikan nasehat berharga pd Abu Hurairah,
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yg wara’, maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yg qona’ah (selalu merasa cukup dgn pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yg benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pd manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pd dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yg baik. Berbuat baiklah pd tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dpt mematikan hati. (HR. Ibnu Majah no. 4217‎). ‎ Sangat sederhana sekali apa yg disampaikan oleh Ibnul Qayyim Al-Jauziyah mengenai pengertian wara’, beliau cukup mengartikan dgn dalil dari sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah Rohimahulloh menjelaskan,
وقد جمع النبي الورع كله في كلمة واحدة فقال : من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه فهذا يعم الترك لما لا يعني : من الكلام والنظر والاستماع والبطش والمشي والفكر وسائر الحركات الظاهرة والباطنة فهذه الكلمة كافية شافية في الورع
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menghimpun makna wara’ dlm satu kalimat yaitu dlm sabda beliau, Di antara tanda kebaikan Islam seseorang yaitu meninggalkan hal yg tak bermanfaat. Hadits ni dimaksudkan untk meninggalkan hal yg tak bermanfaat yaitu mencakup perkataan, pandangan, mendengar, bertindak anarkis, berjalan, berpikir, dan aktivitas lainnya baik lahir maupun batin. Hadits tersebut sudah mencukupi untk memahami arti wara’. (Madarijus Salikin, 2: 21). ‎ Dinukil dari Madarijus Salikin (di halaman yg sama), Ibrahim bin Adham berkata, الورع ترك كل شبهة وترك ما لا يعنيك هو ترك الفضلات
Wara’ adlh meninggalkan tiap perkara syubhat (yang masih samar), termasuk pula meninggalkan hal yg tak bermanfaat untukmu, yg dimaksud adlh meninggalkan perkara mubah yg berlebihan. ‎ Sahl At Tursturiy berkata, Seseorang tidaklah dpt mencapai hakikat iman hingga ia memiliki empat sifat: (1) menunaikan amalan wajib dgn disempurnakan amalan sunnah, (2) makan makanan halal dgn sifat wara’, (3) menjauhi larangan secara lahir dan batin, (4) sabar dlm hal-hal tadi hingga maut menjemput. ‎ Sahl jg berkata, Siapa yg makan makanan haram dlm keadaan ingin / tidak, baik ia tahu / tidak, maka bermaksiatlah anggota badannya. Tapi jika makanan yg ia konsumsi adlh halal, maka patuhlah anggota badannya dan akan diberi taufik melakukan kebaikan. (Dinukil dari Sholahul Ummah fii ‘Uluwwil Himmah, 4: 326) Yunus bin ‘Ubaid berkata, Wara’ adlh keluar dari syubhat (perkara yg samar) dan tiap saat selalu mengintrospeksi diri. (Dinukil dari Sholahul Ummah fii ‘Uluwwil Himmah, 4: 326) ‎ Ibnu Rajab mengutarakan pengertian wara’ dgn mengemukakan hadits, ‎ دع ما يريبك إلى ما لا يريبك
Tinggalkan hal yg meragukanmu kepada yg tak meragukanmu. (HR. An Nasai dan Tirmidzi‎) Ibnu Rajab berkata bahwa sebagian tabi’in berkata,
تركت الذنوب حياء أربعين سنة ، ثم أدركني الورع
Aku meninggalkan dosa selama 40 tahun lamanya. Akhrinya, aku mendapati sifat wara’. (Fathul Bari, Ibnu Rajab, Asy Syamilah, 1: 51). Lihatlah bagaimana sikap Imam Nawawi rahimahullah dlm menyikapi apabila ada keragu-raguan dlm masalah suatu hukum, halal ataukah haram. Beliau berkata,
فَإِذَا تَرَدَّدَ الشَّيْء بَيْن الْحِلّ وَالْحُرْمَة ، وَلَمْ يَكُنْ فِيهِ نَصّ وَلَا إِجْمَاع ، اِجْتَهَدَ فِيهِ الْمُجْتَهِد ، فَأَلْحَقهُ بِأَحَدِهِمَا بِالدَّلِيلِ الشَّرْعِيّ فَإِذَا أَلْحَقَهُ بِهِ صَارَ حَلَالًا ، وَقَدْ يَكُون غَيْر خَال عَنْ الِاحْتِمَال الْبَيِّن ، فَيَكُون الْوَرَع تَرْكه ، وَيَكُون دَاخِلًا فِي قَوْله صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( فَمَنْ اِتَّقَى الشُّبُهَات فَقَدْ اِسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضه )
Jika muncul keragu-raguan akan halal dan haramnya sesuatu, sedangkan tak ada dalil tegas, tak ada ijma’ (konsensus ulama); lalu yg punya kemampuan berijtihad, ia berijtihad dgn menggandengkan hukum pd dalil, lalu jadinya ada yg halal, tapi ada yg masih tak jelas hukumnya, maka sikap wara’ adlh meninggalkan yg masih meragukan tersebut. Sikap wara’ seperti ni termasuk dlm sabda Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Barangsiapa yg selamat dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. (Syarh Muslim, 11: 28).

Wara' harus dgn Ilmu
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata : Dari kesempurnaan wara’ adlh hendaknya seseorang mengetahui yg terbaik dari dua kebaikan dan yg terburuk dari dua keburukan, mengetahui bahwa landasan syariat adlh mewujudkan kemaslahatan dan menyempurnakan nya, serta mengeliminasi kerusakan dan meminimalkan nya.
Maka barangsiapa yg tak menyeimbangkan antara mengerjakan dan meninggalkan maslahat dan mudharat, mungkin saja dia meninggalkan yg wajib dan melakukan yg haram, dan memandang sikap tersebut sebagai sikap wara’, seperti orang yg tak ikut serta berjihad bersama pemimpin yg zhalim, lalu melihat hal tersebut sebagai sikap wara’. Misalnya, datang pasukkan tentara Islam kepada pemimpin yg belum bisa diganti, pd diri pemimpin tersebut terdapat sifat kefasikan tapi dia berjihad melawan orang-orang kafir. Salah seorang dari mereka berkata : Saya menahan diri (wara’) untk tak berjihad dibelakang orang fasik ini. Maka apa yg akan terjadi? Pasti musuh akan dpt membinasakan negeri kaum muslimin dan kaum muslimin akan terjerumus dlm kekalahan.
Salah seorang dari mereka bapaknya meninggal dunia, bapaknya itu memiliki harta yg termasar kehalalan nya dan dia memiliki hutang. Ketika orang-orang datang untk menagih hak mereka, salah seorang anaknya berkata : Kami menahan diri (wara’) untk melunasi hutang bapak kami dgn harta yg syubhat ini. Ini adlh sikap wara’ yg batil dan pelakunya adlh orang yg bodoh.
Jadi kebodohan membuat sebagian orang meninggalkan kewajiban dgn anggapan bahwa dia bersikap wara’, meninggalkan shalat Jumat dan shalat berjamaah dibelakang imam ahli bid’ah / pelaku dosa dan menganggap bahwa tindakan tersebut sebagai sikap wara’, menolak untk menerima persaksian hamba, tak mau menerima ilmu seorang alim karena pd diri orang tersebut terdapat bid’ah yg tersembunyi, lalu memandang bahwa tak mau menerima kebenaran yg wajib didengarnya sebagai sikap wara’.
Tingkatan wara’
Sebagian Ulama membagi wara’ kepada tiga tingkatan : Pertama : Wajib, yaitu meninggalkan yg haram. Dan ni umum untk seluruh manusia. Kedua : Menahan diri dari yg syubhat, ni dilakukan oleh sebagian kecil manusia. Ketiga : Meninggalkan kebanyakan perkara yg mubah, dgn mengambil yg benar-benar penting saja, ni dilakukan oleh para Nabi, orang-orang yg benar (shiddiqin), para syuhada’ dan orang-orang shalih. Wara’ dari perkara yg mubah maksud nya wara’ dari perkara mubah yg dpt mengantarkan nya kepada yg haram. Bukan didalam hal yg jelas-jelas kemubahan nya. Bahkan perkara mubah bisa menjadi ibadah apabila diniatkan untk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Misalnya, seseorang makan dgn niat untk mendapatkan tenaga agar bisa beribadah kepada Allah, / tidur agar bisa melaksanakan shalat malam, menikah dgn niat memberikan nafkah kepada isteri dan mengikuti sunnah Rasulullah dan semisalnya.
Potret sikap wara’ orang-orang shaleh ‎ Wara’nya Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam ‎ Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam bersikap wara’ terhadap buah kurma yg didapatkan dirumahnya. Hasan bin Ali mengambil kurma zakat dan memasukkan kedalam mulutnya, maka Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda : Kuhk, Kuhk.. yakni agar memuntahkan nya, kemudian beliau bersabda : Tidakkah kamu menyadari bahwa kita tak makan dari harta zakat. [Shahih Bukhari dan Muslim] ‎ Wara’nya Abu Bakar Radhiyallahu’anahu ‎ Beliau memiliki seorang budak yg membayar upeti kepadanya. Abu Bakar makan dari upeti tersebut. Suatu hari budak itu membawa makanan, maka Abu Bakr menahan nya. Setelah itu budak tersebut berkata : Tahukah apa yg telah kamu makan? Abu Bakar bertanya : Apa itu? Dia berkata : Dulu aku pernah menjadi dukun untk seseorang dimasa jahiliyah. Sesungguhnya aku tak pandai berdukun, tetapi aku mau menipunya. Dia menemuiku dan memberikan sesuatu kepadaku dan itulah yg engkau makan. Maka Abu Bakar memasukkan tangan nya kedalam mulutnya dan memuntahkan seluruh yg ada dlm perutnya. [Shahih bukhari] ‎ Wara’ nya Umar bin Khaththab Radhiyallahu’anhu Umar bin Khaththab membagikan pakaian kepada para wanita Madinah, maka tersisa pakaian yg bagus. Sebagian orang yg ada disisinya bertanya : Wahai Amirul Mukminin, berikan ni kepada puteri Rasulullah yg ada disisimu. Yang mereka maksud adlh Ummu Kaltsum yakni Puteri Ali yg dinikahi Umar, dia adlh cucu Rasulullah, maka Umar berkata : Ummu Salith lebih berhak. Ummu Salith adlh wanita Anshar yg berbai’at kepada Nabi karena dia menjahit bagi kami tempat air pd waktu perang Uhud. [Shahih Bukhari]
Perjalana spiritual yg dilakukan seorang sufi dlm menemukan hakikat dan ma’rifat tersebut kadang-kadang mempunyai kecenderungan yg berbeda-beda. Sebagian orang yg menekuni dunia kema’rifatan ia meninggalkan hal yg diragukan halalnya karena khawatir terjerumus kedalam dosa. Ia meninggalkan hal yg bersifat subhat karena khawatir terjerumus kedalam maksiat. Itulah sifat wara’, penghati-hati, sifat yg positif penuh mawas diri. Menjaga diri dari perbuatan dosa terhadap hal yg diragukan halal-haramnya.
Sebagian gejala orang yg ma’rifat ia hidup zuhud, tak rakus terhadap dunia, tak terkelabuhi oleh gemerlap mayapada. Apa pun yg mengganggu ibadahnya ia singkiri, ia hindari sejauh-jauhnya. Zuhud bukan berarti nyingkor kadonyan, menjauhi dunia, hidup menderita. Bukan! Zuhud berarti hidup prihatin mengabdi Tuhan. Pola cara hidupnya sederhana, demi Ar-Rahman.
Gejala orang yg ma’rifat jg termasuk faqr, . Tidak meminta lebih dari pd yg menjadi haknya, tak banyak memohon rezeki, kecuali hanya menjalankan kewajiban-kewajibannya dlm rangka mendekatkan diri kepada Allah. ‎‎
Wallohul Muwaffiq Ila Aqwamith Thoriq‎

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *

All content at MY BLOG was found freely distributed on the internet and is presented for informational purposes only.
Images / photos / videos found in this site reserved by its respective owners.
We does not upload or host any files.
Home | DMCA | Contact