![]() |
foto: Flickr |
Hal ni berawal dari peneliti asal Inggris yg sedang berupaya untuk memetakan daerah persebaran malaria dari parasit plasmodium knowlesi di pulau Kalimantan yg menjadi wilayah administrasi negara Malaysia, tepatnya di daerah Sabah. Akan tetapi, terobosan baru ni tak dilakukan oleh Indonesia.
Drone yg dipakai adalah drone berukuran mini dan dilengkapi dgn kamera 16 MP. Drone tersebut bernama senseFly eBee yg pertama kali digagas oleh profesor ahli imunitas dan infeksi bernama Chris Drakely. Chris menggunakan drone tersebut untuk membuat peta digital dari vegetasi dan lingkungan di daerah terpencil Sabah yg marak terkenan serangan penyakit malaria.
Sementara itu, jumlah penderita malaria dari Sabah semakin meningkat selama tahun 2014. Malaria banyak disebabkan oleh nyamuk dan kera yg menginfeksi tubuh manusia. Dengan penggunaan drone ini, Chris mengakui bahwa akan lebih mudah untuk bertindak cepat dalam penanggulangan persebaran malaria sekaligus sigap untuk memberikan pertolongan medis. Chris jg mengungkapkan bahwa timnya akan mengamati persebarab malaria yg disebabkan oleh kera.
Untuk mempermudah pelaksanaannya, data pola pergerakan manusia dan kera akan didukung dgn penggunaan alat GPS yg dipasangkan pd warga sekitar dan beberapa kera. GPS tersebut akan mempermudah untuk menentukan lokasi-lokasi mana yg sering terjadi kasus malaria.
Dan yg harus Anda ketahui bahwa penggunaan drone dalam bidang kesehatan sudah menjadi tren para aktifis kesehatan. Sebab, selain biaya yg cukup murah, drone jg mempermudah dalam pemeriksaan penyakit di bumi.
Jika negara tetangga seperti Malaysia saja sudah mencoba terobosan baru dalam upaya memerangi penyakit seperti malaria. Tentunya kita jg berharap, semoga pemerintah Indonesia jg dpt meniru apa yg telah dilakukan oleh Malaysia, / membuat terobosan yg lebih inovatif lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar