fenanote.blogspot.com - Minggu lalu, anggota keluarga besar saya bertambah. Diar, istri adik saya, Tedy, baru saja melahirkan anak keduanya, seorang bayi perempuan mungil bernama Aruna Salma yg berarti karunia yg sehat. Bermata sipit, berkulit putih dgn rambut yg sekelam malam tergelap, tebal dan lebat, Aruna tampak seperti malaikat kecil dlm dekapan selimut lembut yg membungkusnya. Terus terang, saya dan adik saya, Wiwin, terkagum-kagum jg dgn kreatifitas Tedy memberikan nama. Kedua putri moleknya memiliki nama yg cantik dan mengandung makna yg indah. Kalau sudah seperti ni saya sering menyesali 'ketidakkreatifitasan' alm. Bapak saya mencari nama untk anak-anaknya. Dulu ketika saya masih duduk di sekolah dasar, saya seringkali protes berat ke Bapak mengenai nama ini. Saat itu saya duduk di kelas enam SD, dan teman-teman sekelas yg merasa tak puas dgn nama mereka beramai-ramai menggantinya, agar tampak manis di ijasah pertama kala lulus dari SD kelak. Pada jaman itu tak semua anak memiliki akte kelahiran, jadi nama asli mereka masih bisa dirubah sesuka hati sebelum ijasah SD dan akte resmi dibuat.
"Aku jg mau diganti namanya Pak, aku nggak suka dgn namaku, " protes saya ke Bapak yg hanya tersenyum-senyum saja mendengarnya. "Memangnya apa yg salah dgn nama Endang? Ringkas, mudah diingat dan orang tak akan salah menyebutnya, " jawaban Bapak yg kalem membuat saya bertambah kesal. "Apa bagusnya nama Endang? Semua orang memanggil aku Ndangdut, Gendang, Kendang, Kandang"! Tukas saya meledak-ledak lengkap dgn 2 buah tanduk imaginer yg tiba-tiba tumbuh di pucuk kepala dan cuping hidung yg menyemburkan api bak naga. ^_^
Tentu saja permintaan saya tak digubris oleh Bapak, mungkin pusing jg kepala beliau harus mengurus perubahan akte kelahiran ke pengadilan dan Catatan Sipil. Jadi walaupun aneka proposal nama yg menurut saya manis seperti Cintya, Desy, Anita diajukan, semua ditolak mentah-mentah dan tampaknya saya harus berpuas diri dgn nama Endang. Tatkala melihat muka saya yg suram berhari-hari, Ibu pun membujuk saya, "Sudahlah Nduk, disyukuri saja nama yg sudah diberikan Bapakmu. Nama Endang itu sebenarnya pemberian Mbah Wedhok, dulu Bapakmu hanya memberikan nama Indriani saja. Tapi karena susah disebut, Mbah menambahkan nama Endang di depannya." Dan mata beliau menerawang seakan mengingat momen sebelas tahun yg lalu itu terjadi, ketika Mbah Wedhok mengajukan petisi, "Opo tho Yah, anak kok namanya Indrin. Susah dipanggilnya! Endrin sekalian nanti namanya." Endrin adlh merk dagang racun tikus yg kala itu sangat populer. "Wis, tak panggil Endang saja anak ini"! Diiringi bunyi guntur yg menggelegar dan bersama ribuan endang-endang lainnya yg tersebar di tanah Jawa, nama itulah yg kemudian melekat di saya hingga detik ini. ^_^
Tapi apakah saya lantas melupakan 'masalah' tersebut? Tentu saja tidak! Walau Shakespeare mengatakan 'apalah arti sebuah nama' tapi saya sama sekali tak termakan dgn ide itu karena bagi saya 'it means a lot!' Jadi ketika googling menjadi trend untk menemukan informasi sekecil apapun yg sulit untk ditemukan maka saya pun iseng mencari arti nama Endang disana. Hasilnya sungguh-sungguh mengecewakan. Kata 'endang' ternyata tak mengandung makna sama sekali, kecuali kalau saya memang mau nekat mengaitkannya dgn kata dlm bahasa Inggris 'endangered' yg artinya 'terancam punah'. Hah?! Di kepala saya lantas terbayang memelasnya wajah orangutan di Sumatera yg memang sedang terancam punah. Tobat! Mungkin saya sama dgn mereka! "Tega benar Bapak memberikan nama ni ke aku"! Lolong saya kepada rumput yg bergoyang. Lebaydotcom ^_^
Tapi memang ada hal-hal yg tak bisa kita paksakan untk berubah, walau rasanya hidup ni sebenarnya terpaksa untk menerimanya, termasuk perkara nama ini. Pada akhirnya saya pun bersahabat dengannya, bersyukur telah menyandangnya, dan berusaha melupakan kenangan puluhan tahun yg lalu di sebuah jalan sekolah di SD Gelung 2 di Paron. "Endang susilowati mlebu kandang diambung sapi. Sapi ne aku! Hahahaha, " nyanyian tengil bocah-bocah lelaki teman-teman sekelas saya ni dulu merupakan makanan yg harus saya santap hingga eneg rasanya, tiap hari. ^_^
* Terjemahan. "Endang susilowati mlebu kandang diambung sapi. Sapi ne aku"!: "Endang susilowati masuk kandang dicium sapi. Sapinya, saya"!
Wokeh kita kembali ke resep sup iga yg kali ni saya posting. Ada banyak sekali varian sup iga, tapi yg menggunakan daun kedondong memang baru kali ni saya coba. Masih teringat dgn resep 'Lempah Ikan Kakap dgn Daun Kedondong' yg pernah saya bagikan sebelumnya? Anda bisa klik resepnya disini. Nah masakan yg menggunakan daun kedondong memang terasa sedap, segar dan merangsang nafsu makan, tentu saja dgn catatan anda menggunakan daun kedondong muda yg terasa lembut ketika dimasak. Sayangnya, daun kedondong yg dibawa asisten rumah saya, Heni, dari kampung ni terasa alot dan keras karena telah tua. Agar tetap bisa dimanfaatkan maka saya meremas-remas si daun hingga hancur dan merebusnya dlm waktu yg cukup lama.
Tidak ada daun kedondong? Bukan masalah. Walau daun ni memberikan rasa asam dan aroma yg khas, tapi perannya bisa digantikan dgn daun asam jawa yg masih segar, belimbing wuluh, tomat muda, air asam jawa, air perasan jeruk nipis, / cuka dapur biasa. Selain iga, maka potongan buntut sapi, daging ayam, daging sapi jg sedap diolah dgn cara ini. Rasanya yg asam segar memang maknyus jika disantap bersama sepiring nasi putih hangat, dan jika terasa kurang pedas maka hancurkan cabai rawit di sup hingga lumat dan aduk bersama kuah sup di mangkuk. Mantap! Ah sampai mengeces saya menuliskan resep dan membayangkan rasanya. ^_^
Berikut resep dan prosesnya ya!
Sup Iga Daun Kedondong
Resep hasil modifikasi sendiri
Untuk 5 porsi
Tertarik dgn resep sup iga lainnya? Silahkan klik link di bawah ini:
Sup Iga Sapi Sawi Asin dgn Slow Cooker
Sup Iga
Sup Buntut Super Nendang
Bahan:
- 1 kg iga sapi, potong sesuai ukuran yg diinginkan
- 1 liter aie, tambahkan jika kuah kurang
- 2 - 3 genggam daun kedondong muda, remas-remas hingga hancur
Bumbu dihaluskan:
- 4 siung bawang merah
- 5 siung bawang putih
- 3 buah kemiri, sangrai
- 1/2 sendok makan terasi, bakar
Bahan dan bumbu lainnya:
- 2 sendok makan minyak untk menumis
- 4 siung bawang merah, rajang tipis
- 4 siung bawang putih rajang tipis
- 20 butir cabai rawit utuh
- 3 buah cabai hijau besar, iris serong tipis
- 3 lembar daun salam
- 4 lembar daun jeruk purut, sobek kasar
- 2 batang serai, ambil bagian putihnya dan memarkan
- 2 ruas jari kunyit (2 cm), dimemarkan
- 2 ruas jari jahe (1, 5 cm), dimemarkan
- 3 ruas jari lengkus (sekitar 4 cm), dimemarkan
- 3 sendok makan air asam jawa
- 1/2 sendok makan garam
- 1/2 sendok teh merica bubuk
Cara membuat:
Siapkan iga yg sudah dipotong-potong dgn ukuran sesuai selera. Cuci hingga bersih. Siapkan panci, masukkan iga dan tambahkan air hingga iga terendam. Rebus dgn api besar hanya hingga air mendidih saja dan kotoran tampak mengapung di permukaan air rebusan. Tiriskan iga, buang air rebusannya yg kotor. Cuci bersih iga dari kotoran yg melekat.
note: tahapan ni tak akan menghilangkan kaldu di iga, tetapi tujuannya hanya untk membuat kotoran berupa darah dan lendir yg melekat dan membuat kuah sup menjadi bening dan tak terasa amis.
Masukkan iga ke dlm pressure cooker (panci presto), beri air hingga iga terendam. Tutup rapat hingga terdengar bunyi klik / ikuti instruksi yg tertera di buku mengenai cara pemakaian panci presto anda masing-masing. Saya menggunakan pressure cooker merk Maxim dgn kapasitas 7 liter. Biarkan katup uap tetap terpasang di tutup panci. Rebus dgn api besar hingga terdengar desisan pertama, kemudian kecilkan api hingga benar-benar kecil dan rebus selama 1 jam.
Matikan kompor dan biarkan panci hingga bisa dibuka dgn mudah. Jangan paksa membuka panci sebelum waktunya. Sisihkan.
Note: Anda bisa merebus iga dgn panci slow cooker selama 4 jam hingga empuk / gunakan panci biasa dikompor.
Siapkan wajan / panci lainnya, beri 2 sendok makan minyak. Panaskan hingga minyak benar-benar panas, tumis bumbu halus hingga harum, matang dan warnanya berubah menjadi lebih gelap.
Masukkan irisan bawang merah, bawang putih, cabai, daun salam, daun jeruk, serai, kunyit, jahe, lengkuas, aduk rata dan tumis dgn api sedang hingga daun bumbu layu. Tambahkan rebusan iga beserta airnya, aduk rata.
Masukkan daun kedondong yg telah diremas, air asam jawa, garam dan merica bubuk, aduk rata dan masak hingga mendidih dan daun kedondong menjadi matang dan empuk. Tambahkan air jika kuah berkurang, cicipi rasanya, sesuaikan asinnya. Angkat dan sajikan panas-panas. Super yummy!
other source : http://hipwee.com, http://merdeka.com, http://justtryandtaste.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar